Kegembiraan memiliki presiden dan wakil
presiden pilihan rakyat, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yang dilantik Senin
(20/10), dibarengi dengan harapan besar seluruh rakyat. Dari dunia pendidikan,
sebagian kalangan berharap di masa pemerintahannya, Jokowi-JK memerhatikan
pendidikan keberagaman.
“Saya
berharap presiden menetapkan menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud)
yang memperlihatkan keberpihakannya pada keberagaman,” ujar Henny Supolo Sitepu
kepada SH, Senin (20/10).
Pendiri
Yayasan Cahaya Guru ini mengatakan, keberpihakan terhadap keberagaman harus
tampak melalui kebijakan dan peraturan yang ditetapkan. Mendikbud baru, menurut
Henny, antara lain harus dapat mengevaluasi berbagai fakta di lapangan yang
menunjukkan praktik-praktik pendidikan yang tidak sesuai kebinekaan.
“Mendikbud
harus menetapkan peraturan untuk memastikan pelaksanaan penghargaan terhadap
kebinekaan menjadi praktik keseharian,” tutur anggota Dewan Pertimbangan
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Menurut
Henny, mendikbud mendatang juga harus memastikan visi keragaman dimiliki setiap
pejabat di Kemendikbud.
Apabila ada pihak-pihak yang dalam
menjalankan tugas mereka tidak dapat merefleksikan kebijakan dan peraturan
keberagaman, sebaiknya segera diganti.
Pengamat
pendidikan, Doni Koesoema Albertus, dalam sebuah kesempatan mengatakan, selama
ini spirit keragaman di sekolah diterjemahkan secara salah kaprah. Keragaman
hanya pada kegiatan bersama, siswa muslim berkumpul dengan sesama muslim,
siswa Kristen dengan sesama siswa Kristen, dan seterusnya.
Seharusnya, dikembangkan sedemikian
rupa sehingga dapat mengembangkan hubungan antarsiswa yang saling berbeda.
“Masing-masing
siswa yang berbeda agama tidak pernah ‘berkomunikasi’,” kata Doni.
Seluruh
siswa perlu dilatih menghormati perbedaan antara satu dengan yang lainnya,
termasuk perbedaan agama. Menurut Doni, pendidikan keberagaman terkendala
kesulitan berdialog tentang agama masing-masing dengan pihak lain. Pasalnya,
perbedaan keyakinan seolah-olah menjadi halangan untuk menghakimi orang lain.
Keyakinan yang berbeda-beda tersebut justru menghalangi untuk bekerja sama.
“Kita tidak
bisa menghakimi satu sama lain karena masing-masing sama-sama yakin. Namun yang
jadi masalah kita, saat ini apakah keyakinan yang kita miliki jadi halangan
untuk bekerja sama?” ucap Doni.
Ia
mengharapkan semangat kebinekaan yang diusung Proklamator Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) Soekarno-Hatta kembali menjadi semangat bangsa ini.
“Kebinekaan jangan lagi dipertentangkan dengan mayoritas-minoritas,” ujar
Doni.
Sumber : Sinar Harapan