Friday 31 October 2014

Ini 5 PR Mendikbud


Pemerhati pendidikan, Doni Koesoema A, mengingatkan terdapat 5 persoalan di dunia pendidikan Indonesia yang harus segera diselesaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan. 

Pertama, Anis diminta segera menghapus keberadaan Ujian Nasional yang selama ini digunakan sebagai syarat kelulusan di sekolah-sekolah.“Selama 10 tahun, Ujian Nasional tak terbukti meningkatkan kualitas pendidikan,” kata Doni, kepada Geotimes di Jakarta, Selasa (28/10). 

Kedua, Doni meminta mendikbud yang baru untuk memoratorium Kurikulum 2013 yang saat ini sudah dijalankan. Kurikulum tersebut dinilai tidak matang secara konsep dan praktik, sehingga terkesan dipaksakan. “Sementara kembali ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sambil menunggu perbaikan,” katanya. 

Ketiga, mengembalikan hakikat sekolah negeri sebagai sekolah yang mengajarkan prinsip keragaman kebhinekaan di antara para siswanya. “Sekolah negeri adalah tempat penyemaian keragaman, sekarang justru terjadi dominasi seperti pada acara keagamaan. Itu tak mencerminkan kebhinekaan,” katanya. 

Keempat, Mendikbud diminta segera menyelesaikan kasus kekerasan yang terjadi di tiap level sekolah.

Doni melihat, menteri pendidikan sebelumnya tidak begitu serius membenahi persoalan kekerasan di sekolah. 

Kelima, ia meminta ketegasan mendikbud untuk memberantas praktik korupsi di dunia pendidikan. “Korupsi di pendidikan itu sudah sangat sistematis, terstruktur, dan massif,” katanya.

Hal itu dilakukan demi kebaikan siswa, sebab tiap praktik korupsi di dunia pendidikan yang dirugikan adalah siswa. 

Ia mencontohkan korupsi terjadi mulai dari pemilihan kepala sekolah rawan praktik korupsi, sampai uang Bantuan Operasional Sekolah yang dikuasai kepala sekolah.

Kualitas Guru

Selain itu, Doni menghimbau kepada mendikbud untuk meningkatkan kualitas para guru dengan memperbanyak pelatihan bagi mereka.

“Guru kita sekarang kan, cara berpikirnya masih ketinggalan karena jarang mendapat pelatihan,” kata Doni.

Thursday 30 October 2014

Anies Diragukan Mampu Benahi Pendidikan



Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan/Antara

Geotimes.co.id, Jakarta - Kapasitas Anies Baswedan sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan diragukan mampu membenahi persoalan pendidikan di Indonesia. Salah satunya terkait keberaniannya menghapus Ujian Nasional (UN).

“Saya tidak yakin pak Anies mampu hapus UN. Sebab ujian nasional sendiri digagas oleh Jussuf Kalla,” kata pemerhati pendidikan, Doni Koesoema, kepada Geotimes di Jakarta, Selasa (28/10).
 
Kalla pernah menyatakan UN mesti dipertahankan demi pemerataan kualitas pendidikan. Ia pun menolak ide penghapusan dan menyerahkan UN ke daerah masing-masing.
 
"Jika tidak ada Ujian Nasional, maka akan sulit melihat standar pendidikan di suatu daerah. Pemerintah pun akan sulit meningkatkan pendidikan yang diketahui tidak merata," kata Kalla.


Menurut Doni di tangan Anies lah revolusi mental berada. Satu diantara pembuktiannya adalah menghapus Ujian Nasional yang dianggap tidak terbukti meningkatkan kualitas pendidikan.



“Sekarang pertanyaannya, mau revolusi mental atau tidak?,” katanya.



Selain itu, sosok Anies selama ini dinilai lebih banyak bergulat di dunia perguruan tinggi, sementara saat ini jabatannya berhadapan pada pendidikan level dasar hingga menengah. 


Nama Anies melejit sebagai tokoh pendidikan, melalui program Indonesia Mengajar yang digagasnya.



Namun Doni tidak setuju konsep yang ditawarkan Indonesia Mengajar. “Itu mengajar yang salah, karena mengirim guru-guru ke pelosok tanpa dilatih pendidikan keguruan terlebih dahulu,” katanya.



Usai dilantik, Anies mulai berkantor di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. 

Seperti dilaporkan laman resmi kementerian, Anies meninjau lingkungan kerja selepas memimpin upacara sumpah pemuda.  "Ini hari pertama...Untuk melihat situasinya seperti apa, baru lah kita keluarkan terobosan," kata Anies, di Jakarta, Selasa (28/10), seperti dikutip Antara.

Sumber: Geotimes

Monday 27 October 2014

Ini Dia Penyebab Banyaknya Guru Berkualitas Rendah

Pemerintah diminta segera membatasi jumlah Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK), mengingat jumlahnya yang sudah terlalu banyak. Hal itu dinilai berdampak pada membludaknya jumlah guru, melebihi kuota yang dibutuhkan.

“Itu jadi masalah. Saat ini terdapat sekitar 300 LPTK, jumlah mahasiswanya membengkak sekitar satu juta. Dan tiap tahun menghasilkan lulusan kurang lebih 200 ribu,” kata pemerhati pendidikan Doni Koesoema kepada Geotimes di Jakarta, Jumat (24/10).


Padahal formasi guru yang dibutuhkan tiap tahun adalah 60 ribu tenaga guru, akhirnya terdapat sekitar 350 ribu guru yang menganggur.

“Animo masyarakat yang tinggi terhadap profesi guru, tapi tidak diimbangi dengan peraturan ketat dari pemerintah,” katanya.

Doni menyayangkan, maraknya pendirian LPTK tersebut lantaran tidak diimbangi dengan peraturan ketat dari pemerintah. Ia pun meminta pemerintah agar segera membatasi jumlah LPTK, sampai jumlah guru yang tersedia merata.

Setelah dibatasi jumlahnya, maka pemerintah harus membenahi kualitas LPTK, dengan memperbaiki kualitas dosen, memperketat proses seleksi masuk calon mahasiswa, dan pembenahan kurikulum.

“Materi di kampus saat ini kebanyakan sudah ketinggalan jaman, padahal kurikulum dan metode pengajaran terus berkembang,” katanya.

Menurut dia kualitas dosen di LPTK harus ditingkatkan cara pengajarannya, karena pengajaran dosen yang ada saat ini dinilai ketinggalan jaman.

“Dosen meminta mahasiswanya mengajar dengan interaktif, tapi yang bersangkutan metode mengajarnya menjemukan,” katanya.

Karena dosen berkualitas berpengaruh pada kualitas lulusan calon guru LPTK. Ia menilai, cara mengajarkan guru berasal dari pengalamannya mengikuti pelajaran.

“Kalau waktu mahasiswa diajari dengan cara membosankan, maka ketika mengajarkan pun demikian,” katanya.

Selain itu, LPTK diminta menyeleksi ketat calon mahasiswa yang hendak masuk. Mereka diterima bila pengetahuan dasar seperti IPA, IPS, Matematika di atas nilai 8,” katanya. Seleksi ketat tersebut dibutuhkan agar tersaring mahasiswa yang benar-benar siap menjadi guru.

“Jadi bila kualitas LPTK-nya sudah dibenahi, maka guru yang dihasilkan sesuai dan berkualitas,” katanya.

Seperti dikutip dari laman resmi Universitas Pendidikan Indonesia, disebutkan, LPTK adalah perguruan tinggi penghasil calon guru profesional yang berperan penting pada pembangunan sumber daya manusia Indonesia.

Beberapa kampus yang menyelenggarakan LPTK diantaranya seperti Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah, Universitas Negeri Yogyakarta, dan kampus lainnya.[Dika Irawan*]

FSGI : Anies Harus Pilih Dirjen Yang Tepat



JAKARTA - Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti mengatakan, ia meragukan kemampuan Anies Baswedan sebagai menteri kebudayaan dan pendidikan dasar dan menengah (menbud dikdasmen).

Ia menilai pengalaman Anies di bidang pendidikan dasar dan menengah sangat minim. Jadi, dia harus memilih orang yang tepat untuk menduduki jabatan sebagai dirjen di kementeriannya. “Dirjen yang sekarang bukan tipe yang diinginkan Indonesia baru. Jadi, Anies harus memilih dirjen yang tepat,” ujar Retno kepada SH, Senin (27/10).

Menurutnya, orang yang tepat menduduki jabatan dirjen adalah mereka yang memahami lapangan dan medan di pendidikan dasar dan menengah. Para dirjen tersebut harus memahami persoalan-persoalan pendidikan yang menjadi prioritas untuk segera diselesaikan.  “Paling tidak ada lima persoalan yang perlu menjadi prioritas,” ucapnya.

Menurut Retno, lima persoalan yang mendesak harus dilakukan pada pendidikan dasar dan menengah, di antaranya menghapus UN sebagai penentu kelulusan, menghentikan Kurikulum 2013, menguatkan budaya keragaman di sekolah negeri, menghentikan kekerasan dalam dunia pendidikan, dan menindak tegas korupsi di bidang pendidikan.

Retno mengungkapkan, mereka yang memegang jabatan dirjen tidak harus dari internal Kemendikbud. “Kalau menteri adalah jabatan politis. Namun, kalau dirjen jabatan karier. Jadi, guru juga bisa menjadi dirjen,” ujarnya.

Kurang Berani

Retno menilai, Anies adalah pribadi yang terbuka, bersih, dan santun. Namun, untuk menjadi menbud dikdasmen, menurut Retno, Anies belum memadai. Ia menilai, selama ini dari setiap pernyataannya, Anies menunjukkan dirinya sebagai pribadi yang cenderung mencari aman.

Anies kurang memiliki keberanian dalam bersikap sehingga Retno meragukan menbud dikdasmen ini akan berani menghentikan Ujian Nasional (UN) sebagai penentu kelulusan. Padahal, janji kampanye Joko Widodo (Jokowi) sepengetahuan Retno adalah menghentikan UN sebagai penentu kelulusan. “Saya juga ragu Anies akan berani menghentikan UN, apalagi menghentikan Kurikulum 2013,” kata Retno.

Pengamat pendidikan Doni Koesoema Albertus mengatakan, menbud dikdasmen yang baru perlu menghapus UN sebagai syarat kelulusan siswa dan perlu melakukan moratorium Kurikulum 2013. Pasalnya, aturan Kemendikbud bahwa UN sebagai penentu kelulusan siswa selama ini telah merusak pendidikan nasional. “Praktik penyelenggaraan UN selama satu dasawarsa lebih tidak terbukti meningkatkan kualitas pendidikan,” tutur Doni.

Menurutnya, Kurikulum 2013 secara konseptual keliru sehingga pelaksanaannya di lapangan kacau-balau. “Untuk itu, Kurikulum 2013 perlu dihentikan. Kurikulum seharusnya diujicobakan secara terbatas sampai teruji hasilnya, baru diterapkan kembali,” ujar Doni.

Hal senada juga diutarakan Kepala Sekolah SD Negeri Menteng 01, Jakarta Pusat, Akhmad Solikhin. Dia menyebutkan, pekerjaan pertama yang harus diselesaikan menbud dikdasmen adalah mengevaluasi Kurikulum 2013.

Sementara itu, Bedjo Subagio, orang tua siswa di sebuah sekolah di kawasan Jakarta Pusat mengatakan, berharap Kartu Indonesia Pintar (KIP) bisa segera diberlakukan, dan permasalahan-permasalahan terkait Biaya Operasional Sekolah (BOS) segera diselesaikan.

Sumber : Sinar Harapan

Pendidikan Keagamaan