Showing posts with label Ujian Nasional. Show all posts
Showing posts with label Ujian Nasional. Show all posts

Wednesday 5 August 2015

Menakar Kejujuran UN 2015



Meski UN tidak lagi penentu kelulusan, masih ada siswa yang khawatir UN memengaruhi nilai ijazah

24 April 2015 15:15 Wheny Hari Muljati Pendidikan 



“Selama UN, di kelas saya banyak peserta ujian yang menyontek”. Ken, seorang siswa kelas XII sebuah sekolah menengah atas (SMA) swasta di kawasan Bekasi, Jawa Barat, mengatakan hal ini kepada SH beberapa hari setelah penyelenggaraan UN untuk tingkat SMA/MA/SMK 2015.

Ia menuturkan, sesaat setelah UN berlangsung, ia merasa heran karena ada beberapa temannya yang mengaku mendapat soal UN. Ada pula yang mengaku telah memiliki kunci jawabannya.

“Ada teman yang bilang sampai pergi ke Bandung untuk mencari kunci jawaban,” tutur Ken.

Ia mengatakan, teman-teman di sekolahnya sebenarnya telah mengetahui bahwa tahun ini UN tidak lagi menentukan kelulusan dari sekolah. Namun, ia menduga sebagian teman-temannya khawatir apabila nilai UN tidak bagus akan memengaruhi nilai ijazah. 

Ken mengungkapkan, seingatnya ada aturan yang menyebutkan bahwa 70 persen nilai sekolah plus 30 persen nilai UN sama dengan nilai kelulusan yang tertera di ijazah. “Jadi, hasil UN memengaruhi nilai ijazah. Kalau nilai UN jelek, nilai ijazah kan jadi jelek juga,” ucap Ken.

Ken berpandangan, lebih baik mempunyai nilai jelek tapi jujur, ketimbang mendapatkan nilai bagus tapi menyontek. Namun, ia menyayangkan pengawas yang bertugas di kelasnya justru membiarkan saat mengetahui ada seorang temannya yang menyontek.

“Sudahlah, Ken, cuma satu nomor saja,” kata Ken mengutip kata-kata pengawas tersebut saat ia menegur temannya agar tidak menyontek.

Ken menyebutkan, ia sedikit terhibur saat mendapatkan informasi bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan mampu menganalisis kejujuran atau integritas hingga ke tingkat individu peserta UN. 

Menurun Signifikan 

Lembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI) masih terus menghimpun laporan dari berbagai daerah terkait pengaduan kecurangan selama penyelenggaraan UN 2015. Anggota Bidang Pengaduan dan Penyelesaian Laporan ORI, Budi Santoso mengatakan, jumlahnya menurun signifikan.

“Saya janji presentasi hasil rekapitulasi 26 April. Namun, saya bisa pastikan tahun ini ada penurunan signifikan. Hanya belum bisa kami simpulkan persentasenya,” tutur Budi.

Sementara itu, Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Doni Koesoema Albertus mengungkapkan, UN sebaiknya hanya untuk pemetaan. Ia berpendapat, hasil UN yang masih dijadikan syarat masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, berpotensi mendorong timbulnya kebocoran dan kecurangan-kecurangan di kalangan siswa dan sekolah.

Ia mengakui, ketegangan UN tahun ini memang jauh berkurang ketimbang tahun-tahun sebelumnya.

Pertanyakan Indeks Integritas 

Doni berpendapat, konsep indeks integritas yang dikemukakan Kemendikbud terkait UN harus berdasarkan pada teori, metode, dan tujuan yang jelas. Ia mengutarakan, selama ini belum ada satu teori pun yang valid mengukur semua masalah integritas.

Menurutnya, Kemendikbud sebaiknya menjelaskan secara terbuka kerangka teori siapa yang dipakai untuk mengukur indeks integritas individu tersebut. “Metode dan teori harus transparan karena menyangkut kepentingan publik,” ujar Doni.

Menurutnya, transparansi penting karena Kemendikbud menggunakan data UN lima tahun terakhir, yang notabene menggunakan soal hingga 20 varian. Doni berpendapat, apabila mau menanamkan kejujuran, sikap tersebut harus dimulai dari kementerian sendiri.

Ia mengingatkan, Kemendikbud harus jujur dan transparan soal indeks integritas karena indeks tersebut bakal memengaruhi sekolah, siswa, dan orang tua siswa.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Pusat Penelitian Pendidikan (Puspendik), Prof Nizam, menjamin Kemendikbud akan transparan soal indeks integritas. Menurutnya, Puspendik telah menganalisis data UN SMA selama lima tahun terakhir. Namun, Puspendik tidak dapat membagikan data tersebut ke publik karena menyangkut data pribadi sekolah dan siswa.

“Kami tidak bisa membuka ke publik karena data itu dilindungi Undang-Undang Kebebasan Informasi Publik (UU KIP),” ujar Nizam.

Ia membenarkan hasil analisis Puspendik bisa sampai ke tingkat individu setiap siswa. Metode analisis yang digunakan, menurutnya dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Ia berharap hasil analisis tersebut dapat dimanfaatkan perguruan tinggi negeri (PTN). Jadi, PTN dapat memilih siswa yang jujur dan pekerja keras sebagai mahasiswa mereka.

Sumber : Sinar Harapan

Monday 27 April 2015

Ujian Nasional Tidak Akan Dimoratorium

Meski diwarnai kecurangan dalam penyelenggaraan ujian nasional (UN), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak akan melakukan moratorium UN. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.

Menurut Anies, persoalan yang ada seperi kecurangan dan kebocoran sudah bisa tertangani oleh kepolisian dan Kemendikbud. Dia menjelaskan, dari kasus yang sudah terjadi sudah ada solusi yang lebih baik ketimbang moratorium yang pasti akan melewati proses panjang.

Anies menjelaskan, jika memang ada kebocoran jangan hanya diperdebatkan saja. Lebih baik dilaporkan agar pelaku dibuat jera dengan dipenjara. Menurut dia, jika didiamkan saja maka kasus yang sama akan terjadi setiap tahunnya dengan modus baru.

Pengamat pendidikan Doni Koesoema A. berpendapat pemerintah harus bersikap tegas atas kasus kecurangan UN. Kasus tersebut selain telah merugikan negara, juga sudah membuat fungsi UN menjadi tidak berfungsi, baik untuk masuk perguruan tinggi negeri (PTN) maupun untuk pemetaan. UN sudah tidak murni lagi.

Donny menambahkan, indeks integritas yang diutarakan oleh pemerintah tidak relevan digunakan untuk menilai kejujuran di sekolah. Pasalnya, UN adalah segelintir kecil dari proses pembelajaran panjang yang ada di sekolah.

Sumber: Koran Sindo

Monday 20 April 2015

UN Ulang Di Aceh Belum Diputuskan


Pemindaian hasil UN di daerah ini belum selesai.
20 April 2015 16:00 

JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) belum memutuskan penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) ulang di Aceh. Pasalnya, pemindaian hasil UN di daerah ini belum kelar.

Kepala Pusat Penelitian Pendidikan (Puspendik) Kemendikbud, Prof Dr Nizam, mengatakan hal ini kepada SH, Senin (20/4) pagi, menyusul temuan kebocoran 30 paket soal UN mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (13/4) lalu. “Aceh belum selesai dipindai, jadi belum masuk Puspendik,” kata Nizam.

Ia mengatakan, keputusan UN di Aceh akan diulang atau tidak dapat diambil setelah hasil UN dari daerah tersebut dipindai dan dinilai indeks integritasnya. Rumus untuk mengukur indeks integritas tersebut, menurut Nizam, dikembangkan Puspendik berdasarkan alogaritma yang sudah banyak dipakai secara internasional.

Menurutnya, rumus tersebut telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. “Aplikasi tersebut disesuaikan dengan UN dan kondisi di Indonesia,” ujarnya.

Menurut Nizam, Puspendik juga bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri (PTN) dalam proses pembuatan rumusan indeks integritas tersebut. Tujuan kerja sama dengan PTN, antara lain adalah guna menguji dan membandingkan aplikasi yang dibuat Puspendik, dengan aplikasi yang dipakai PTN dalam proses Seleksi Bersama Masuk PTN (SBMPTN).

“Kami ingin menguji dan membandingkan apakah aplikasi kita sesuai yang dipakai di SBMPTN,” kata Nizam.  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan, Jumat (17/4), telah memberikan pernyataan, hasil analisis sementara Kemendikbud menyimpulkan DIY tidak perlu menyelenggarakan UN ulang.

Menurut Anies, DIY selama ini termasuk daerah dengan indeks integritas tinggi, mencapai 97 persen. Ia mengatakan, analisis sementara menunjukkan, peserta UN DIY “lolos ujian” integritas.

“Dalam artian, mereka tahu ada bocoran kunci jawaban, namun tidak menggunakannya,” ujar Anies kepada para wartawan. 

Tidak Berdasarkan Logika 

Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Doni Koesoema Albertus mengatakan, telah mempelajari indeks integritas yang dimaksud Kemendikbud. Menurutnya, konsep indeks integritas tersebut absurd karena tidak berdasarkan logika.

Ia menjelaskan, dalam ilmu psikometri, yang dimaksud indeks integritas sebenarnya adalah indeks integritas tes. Oleh karena itu, indeks integritas tersebut menurutnya tidak dapat dipakai untuk menggeneralisasi integritas atau nilai-nilai kejujuran sebuah sekolah. “Apalagi, untuk menilai integritas suatu daerah atau provinsi,” tutur Doni.

Menurutnya, gabungan dari hasil tes di kelas-kelas selama UN tidak dapat dikonversi, ditumpuk, dan dijumlah total, untuk kemudian disimpulkan menjadi nilai kejujuran sebuah sekolah. “Kemendikbud seharusnya tidak dapat menarik kesimpulan dengan cara seperti itu,” ucapnya.

Ia berpendapat, cara menilai indeks integritas tersebut justru akan menjadi beban bagi masyarakat. Apalagi, proses penilaiannya menurutnya tidak transparan. Ia mengingatkan, selama ini yang menerima keterangan tentang indeks integritas sebuah sekolah hanya sekolah tersebut dan PTN. Informasi tersebut tidak dibuka ke publik sehingga berpotensi menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. 

Sumber : Sinar Harapan

Thursday 16 April 2015

Usulan Perbaikan Ujian Nasional


JAKARTA - Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) selalu bermasalah setiap tahun. Berbagai pihak pun mengajukan usulan perbaikan ujian nasional.

Tahun ini, kebocoran soal, aksi saling contek, hingga kecurangan dalam pemindaian kunci jawaban masih mewarnai ujian nasional. Beberapa laporan temuan datang dari berbagai daerah seperti Jakarta, Bandung, Pemalang, Bekasi, Bogor dan Lamongan.

Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Doni Koesoema, mengusulkan, sebaiknya hasil ujian nasional tidak lagi dijadikan syarat kelulusan maupun syarat-syarat lain. Misalnya, untuk masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya.

"Kebijakan ini diharapkan berlaku untuk tingkat SMA, SMP dan SD," kata Doni, belum lama ini.

Pemerintah, imbuhnya, juga harus melakukan penegakan hukum secara tegas terkait kasus kebocoran soal ujian nasional. "FSGI mengimbau ada kerja sama antara pemerintah, kepolisian, dan Kominfo untuk mengusut pihak yang mengunggah soal-soal di internet," tuturnya.

Dari segi pelaksanaan, pemerintah wajib memperhatikan kesalahan-kesalahan teknis, terutama pada pelaksanaan UN Computer Based Test (CBT). Pasalnya, persiapan dinilai mendadak sehingga pemerintah harus memperhatikan kondisi psikologis siswa.

Kemudian, dari sisi penyelenggaraan pendidikan, sebaiknya pemerintah menghilangkan paradigma sekolah-sekolah favorit. Poin ini pun dinilai penting oleh FSGI.

Pasalnya, selama masih ada paradigma tersebut, peserta ujian akan berusaha mendapatkan akses masuk ke sekolah favorit. Hal ini membuat kecurangan ujian nasional akan terus terulang," papar Doni.

Terakhir, FSGI mengusulkan pemerintah mengkaji kembali indeks integritas sekolah. Mereka beralasan, indeks integritas tidak relevan dipakai untuk menilai kejujuran sebuah sekolah. 

(rfa)

Sumber: Okezone

Friday 28 November 2014

UN Disarankan Dihapus



Kamis, 27 November 2014, 17:20 WIB 


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pendidikan Doni Koesoema A. mengatakan, Ujian Nasional (UN) memang harus dihapuskan karena secara konsep dan praktis tidak membantu peningkatan kualitas pendidikan. Adanya UN tidak meningkatkan kepandaian anak-anak.

Pemerintah, ujar Doni, harus mendesain sistem evaluasi pendidikan sesuai dengan perkembangan mutakhir terkait riset tentang proses belajar individu. "UN tidak dibutuhkan untuk kelulusan," ujarnya, di Jakarta, Kamis, (27/11).

Namun UN memang dibutuhkan untuk pemetaan saja. Kelulusan siswa sebaiknya diserahkan pada guru dan sekolah.

Lebih baik pemerintah sekarang fokus pada peningkatan kualitas layanan pendidikan. Menyediakan pelatihan bagi guru yang efektif, mengajak guru membuat soal-soal berkualitas dengan banyak variasi dan metode.

Diharapkan kriteria kelulusan sekolah bisa semakin baik ke depan. "Komponen penentu kelulusan sebaiknya  nilai-nilai  akademis, sikap dan perilaku siswa," kata Doni.

Sumber: Republika
 


Pendidikan Keagamaan