JAKARTA - Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) selalu bermasalah setiap
tahun. Berbagai pihak pun mengajukan usulan perbaikan ujian nasional.
Tahun ini,
kebocoran soal, aksi saling contek, hingga kecurangan dalam pemindaian kunci
jawaban masih mewarnai ujian nasional. Beberapa laporan temuan
datang dari berbagai daerah seperti Jakarta, Bandung, Pemalang, Bekasi, Bogor
dan Lamongan.
Dewan
Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Doni Koesoema,
mengusulkan, sebaiknya hasil ujian nasional tidak lagi dijadikan syarat
kelulusan maupun syarat-syarat lain. Misalnya, untuk masuk ke jenjang
pendidikan selanjutnya.
"Kebijakan
ini diharapkan berlaku untuk tingkat SMA, SMP dan SD," kata Doni, belum
lama ini.
Pemerintah,
imbuhnya, juga harus melakukan penegakan hukum secara tegas terkait kasus
kebocoran soal ujian nasional. "FSGI mengimbau ada
kerja sama antara pemerintah, kepolisian, dan Kominfo untuk mengusut pihak yang
mengunggah soal-soal di internet," tuturnya.
Dari segi
pelaksanaan, pemerintah wajib memperhatikan kesalahan-kesalahan teknis,
terutama pada pelaksanaan UN Computer Based Test (CBT). Pasalnya, persiapan
dinilai mendadak sehingga pemerintah harus memperhatikan kondisi psikologis
siswa.
Kemudian,
dari sisi penyelenggaraan pendidikan, sebaiknya pemerintah menghilangkan
paradigma sekolah-sekolah favorit. Poin ini pun dinilai penting oleh FSGI.
Pasalnya,
selama masih ada paradigma tersebut, peserta ujian akan berusaha mendapatkan akses
masuk ke sekolah favorit. Hal ini membuat kecurangan ujian nasional akan terus
terulang," papar Doni.
Terakhir,
FSGI mengusulkan pemerintah mengkaji kembali indeks integritas sekolah. Mereka
beralasan, indeks integritas tidak relevan dipakai untuk menilai kejujuran
sebuah sekolah.
(rfa)
Sumber: Okezone