Wednesday 5 August 2015

Upacara Bendera di Sekolah Mau Dihidupkan Lagi



Tumbuhkan Rasa Nasionalisme Pada Siswa
Rabu, 15 Juli 2015 , 10:51:00 WIB
Harian Rakyat Merdeka

RMOL. Guru dan sekolah memi­liki peran dalam menumbuhkan nasionalisme dan sikap cinta Tanah Air di kalangan siswa. Mempraktikkan nilai-nilai ke­bangsaan di sekolah dinilai lang­kah efektif untuk menumbuhkan nasionalisme pada generasi muda.

Anggota Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Doni Koesoema men­gatakan, menumbuhkan rasa nasionalisme pada siswa tergan­tung bagaimana para guru men­gajarkan nasionalisme secara berkualitas.

Menurutnya, banyak atau sedikitnya jam belajar untuk mata pelajaran sejarah tidak secara langsung mempengaruhi semangat dan rasa nasionalisme anak, karena belajar sejarah hanya salah satu sarana untuk menumbuhkan semangat na­sionalisme.

"Nasionalisme akan tumbuh pada anak, tergantung bagaima­na guru mengajarkan nasionalisme secara berkualitas dalam kehidupan sehari-hari," katanya di Jakarta, kemarin.

Doni berpendapat, guru harus mampu memberikan contoh serta mempraktikkan nilai-nilai kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dengan me­nanamkan sikap nasionalisme dengan menghargai kebhin­nekaan. "Serta bangga sebagai bangsa Indonesia, dengan me­nyanyikan lagu Indonesia Raya, lagu Bendera, dan beberapa lagu nasionalisme dan patriotisme lainnya," ujarnya.

Sekjen Gerakan Indonesia Pintar (GIP), Alpha Amirrachman, menyebutkan sampai saat ini potret buruk kondisi anak Indonesia secara nyata masih menjadi ancaman bagi tum­buh kembang generasi penerus bangsa.

"Mulai dari liberasi ekonomi, yang telah melahirkan gaya hidup hedonis dan menghilan­gnya batas-batas budaya karena pengaruh global,sehinggaa mun­culnya perilaku individualitas sebagai generasi instan yang ditunjukan pelajar sehari-hari," katanya.

Dia menuturkan, banyak masalah mulai terjadi karena kebijakan ekonomi yangtim­pang akibat pemaparan budaya global tidak diimbangi dengan ketahanan dari pribadi dan kel­ompok sosial. "Pada akhirnya, sering ditemukan fenomena negatif di kalangan pelajar, sep­erti perkelahian, bullying, dan penyalahgunaan narkoba, dan fundamenatalisme agama," ungkapnya.

Alpha mengusulkan, ke de­pan perlu ditanamkan budi pekerti sejak usia dini, dengan diajarkan secara terusa menerus. "Sehingga nilai tersebut dapat menjadi pilihan utama anak atas didukung dari semua aktor pen­didikan," tandasnya.

Sebelumnya, Menteri Budaya, Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikbud), Anies Baswedan, berencana kem­bali merutinkan pelaksanaan upacara bendera di sekolah. Dia menargetkan rencananya itu bisa terealisasi pada tahun ajaran 2015-2016.

"Mulai tahun ajaran besok setiap Senin ada upacara bendera di sekolah," katanya di kantor Kemdikbud, Jumat (10/7). Anies menjelaskan, pengintensifan upacara bendara setiap pekan bertujuan untuk memupuk rasa cinta Indonesia sejak dini.

Selain upacara, Mendikbud juga akan menginstruksikan setiap hari di sekolah menyanyi­kan Indonesia Raya dan mem­baca doa. Kedua kegiatan itudilakukan sebelum pelajaran dimulai. "Jadi mereka punya kebiasaan lagi menyanyikan Indonesia Raya setiap hari di semua sekolah, lalu di akhirditutup dengan menyanyikan lagu daerah atau wajib atau bernuansapatriotik lalu diakhiri doa," katanya.

Anies menekankan, sudah sepatutnya kegiatan-kegiatan itu dilakukan di sekolah. Sebab, hal tersebut merupakan bu­daya nasionalisme Indonesia. "Ini bagian penting dari pembi­asaan fasenya begini diajarkan, dibiasakan, didisiplinkan, seh­ingga bisa menjadi kebiasaan lalumenjadi kebudayaan itu urutan­nya," pungkasnya. ***

Sumber: Republika

Pengamat : Ospek Ala Militer Berbahaya



KBR, Jakarta - Pengamat pendidikan Doni Koesoema menyebut pelibatan TNI dalam ospek kampus akan berakibat buruk. Sebab, pendekatan militer akan membuat siswa atau mahasiswa terbiasa dengan kekerasan. Bahkan, kata dia, hukuman fisik tidak terbukti membentuk pribadi yang disiplin.

 "Melatih anak-anak dengan ala militer itu tidak ada kaitannya dengan kehidupan akademik. Itu sangat berbahaya nanti. Kita nggak pakai otak tapi pakai otot. Padahal universitas kan pakai otak," jelas Doni, Senin (27/7/2015). 

Doni menambahkan, TNI atau Kepolisian bisa saja dilibatkan dalam Ospek dengan materi tentang keamanan mahasiswa atau siswa dari tindak kriminal. 

Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M Nassir mengusulkan melibatkan TNI dalam Ospek perguruan tinggi tahun depan. Dia mengatakan TNI akan mengajarkan nasionalisme. 

Editor: Malika

Sumber: Portal KBR


FSGI:MOS Tanggungjawab Sekolah, Bukan OSIS!



KBR, Jakarta- Federasi Serikat Guru Independen (FSGI) menyebut perpeloncoan dalam Masa Orientasi Siswa adalah kesalahan sekolah. Anggota Dewan Pertimbangan FSGI, Doni Koesoema, mengatakan kepala sekolah dan guru harus mengawasi panitia OSIS dalam menyelenggarakan acara perkenalan sekolah tersebut. Sebab acara MOS itu seharusnya  adalah tanggungjawab kepala sekolah dan guru, bukan tugas Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS).
"Seharusnya itu ada di kepala sekolah tanggungjawabnya, dan diserahkan kepada guru. Lalu kemudikan OSIS membantu sekolah. Untuk itu seluruh kegiatan OSIS diawasi, dilihat dan dikontrol guru dan kepala sekolah. Maka kepala sekolah harus memastikan harus tahu detail kegiatan perdetiknya, apa yang dilakukan OSIS," ujarnya melalui program KBR Pagi, Senin (03/08).


"Kalau misalnya memperkenalkan kegiatan ekstra, dia hanya memperkenalkan saja. Bahkan kalau ada bentak-bentak kekerasan itu ngga boleh," tambahnya.
Sebelumnya, pelaksanaan masa orientasi siswa (MOS) di sebuah sekolah di Bekasi Jawa Barat diduga memakan korban jiwa, seorang siswa baru. Evan Christopher Situmorang, diduga meninggal setelah mengikuti kegiatan MOS di sekolahnya.


Menurut keluarganya, Evan mulai sakit-sakitan setelah diminta berjalan sejauh 4 km saat masa pengenalan itu. Orang tua Evan mengatakan, sang anak kerap diminta aneh-aneh selama mengikuti MOS di sekolah barunya, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Flora, Perumahan Pondok Ungu, Kota Bekasi. Misalnya membuat nasi belatung kecap, memberi warna uban, hingga kewajiban menggunakan pakaian yang ditentukan.


Editor: Dimas Rizky
Sumber:

http://portalkbr.com/08-2015/fsgi__mos_tanggungjawab_sekolah__bukan_osis_/74384.html



Tuesday 30 June 2015

Guru Sebaiknya Bisa Menulis Karya Ilmiah


Edukasi
Senin, 29/06/2015 - 04:59:11 WIB


JAKARTA-Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai meneliti itu bukan tugas seorang guru. Menurut Anggota Dewan Pertimbangan FSGI Donie koesoema,  peran guru memang hanya berkenaan dengan kegiatan harian mereka sebagai pengajar dan pendidik di sekolah.

"Meneliti memang bukan tugas guru, namun Penelitian Tindakan Kelas (PTK) itu adalah kegiatan harian mereka," ujar Donie, seperti dilansir republika, Minggu (28/6/2015). Jadi, kata dia, pekerjaan para guru tersebut sudah termasuk ke dalam penelitian mereka.

Seperti diketahui, pemerintah memiliki kebijakan bahwa guru diminta untuk menghasilkan karya ilmiah. Hal ini karena karya ilmiah yang dipublikasikan itu dapat membantu mereka untuk naik pangkat. Pasalnya, tulisan itu mengandung angka kredit yang dapat mempengaruhi penilaian kinerja para guru.

Penulisan karya ilmiah merupakan syarat wajib bagi guru dalam jabatan profesi. Hal ini diatur ke dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan dan RB) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Perwakilan Pusat Pengembangan Program Profesi Pendidik Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Pusbangprodik Ditjen GTK Kemendikbud), Hari Amirullah mengatakan per 1 Januari 2013 sudah diberlakukan Permenpan dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya.

"Para guru, mulai golongan kepangkatan III/a, untuk naik pangkat, harus melakukan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB), yang salah satu kegiatannya melakukan PTK," jelasnya pada Lokakarya Kajian dan Penyusunan Laporan Pendidikan Tindakan Kelas, di Jakarta, Kamis (25/6/2015).

Mengenai kebijakan tersebut, Donie berpendapat semua guru seharusnya memang harus bisa menulis karya ilmiah. Hanya saja, kata dia, format dan metode penelitiannya harus bisa disederhanakan.

Donie juga menyatakan pelatihan guru secara maskimal perlu untuk dilakukan. Hal ini perlu dilakukan, lanjut dia, jika pemerintah memang menginginkan kebijakan itu berjalan lancar. Untuk itu, Doni berharap pemerintah bisa meningkatkan lagi kontribusinya dalam meningkatkan kemampuan menulis para guru. (kt5)

Sumber:Republika

Pendidikan Keagamaan