JAKARTA - Penerapan Indeks Integritas Sekolah di seluruh sekolah oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun ini diharapkan mampu membuat sekolah bisa jujur dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Sayangnya, Indeks Integritas Sekolah tersebut tidak ada parameter dalam mengukur nilai-nilai kejujuran sekolah.
"Sosialisasi juga di penghujung UN. Selain itu, Indeks Integritas Sekolah
tidak terlihat memaparkan nilai kejujuran sebuah sekolah," kata Anggota
Dewan Pertimbangan Serikat Federasi Guru Indonesia (SFGI), Doni Koesoema dalam
jumpa pers kebocoran soal UN 2015, di gedung Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLHK),
Jakarta, Rabu (15/4).
Ia mengatakan, sampai saat ini Indeks Integritas Sekolah dalam dunia
psikometrik masih diperdebatkan. Sebab, metode, situasi, dan cara-cara siswa
mencontek berbeda-beda. Hal ini menimbulkan hasil pada indeks integritasnya
berbeda-beda, ketika dilakukan kalkulasi hasil. "Sedangkan yang dijelaskan
oleh Kemendikbud itu tidak ada logiknya dan tidak bisa ditarik
kesimpulannya," ujarnya.
Secara umum, kata Doni, pengukuran bisa dilakukan dengan menghitung jumlah
jawaban yang salah. "Tetapi, bila terdapat 20 soal, tidak bisa,"
ucapnya. Pasalnya, membutuhkan konsep lain atau strategi pengumpulan data
statistik untuk menentukan sejauh mana siswa satu mencontek siswa lainnya.
"Jadi, ide Indeks Integritas Sekolah ini absurd dan membebankan kepada
masyarakat dan sistem pelaporan juga tidak transparan," katanya. Selain
itu, gabungan dari hasil tes diruang-ruang kelas sekolah, tidak bisa dikonversi
dan ditumpuk menjadi kejujuran sebuah sekolah. Apalagi, menjadi kejujuran
sebuah daerah atau provinsi.
Donie menyarankan kepada Kemendukbud, jika ingin meningkatkan kejujuran di
sekolah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, pemerintah harus
mengubah aturan-aturan atau peraturan yang membuat budaya tidak jujur itu
muncul, misalnya kebijakan tentang Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), ada mata
pelajaran tertentu yang diharuskan mendapatkan 7 di KKM.
Kedua adalah sistem katrol nilai yang banyak terjadi di sekolah-sekolah, dengan
memberikan nilai oleh oknum guru kepada siswa. "Hal ini terjadi karena
otentisitas pembelajaran tidak dihargai. Meskipun ada sekolah tertentu ketika
nilainya rendah dia tegas, bila mendapat nol ya nol dan lima ya lima,"
tegasnya.
Ia melanjutkan, sebelum adanya Indeks Integritas ini, ada berapa sekolah yang menindak
tegas para muridnya yaitu ketika ada yang ketahuan menyontek, akan segera
dikeluarkan dari sekolah dan ada pula yang memberi teguran. "Jadi ada
banyak kebijakan budaya sekolah yang sudah menerapkan nilai-nilai kejujuran.
Saya rasa Indeks Integritas itu terlalu mengada-mengada, sebagai penilai
kejujuran," pungkasnya.
Menanggapi itu, Mendikbud Anies Baswedan mengatakan, Indek Integritas Sekolah
ini mengukur tingkat kejujuran saat menjalankan ujian di sebuah sekolah. Bila
sekolah mendapatkan angka 90, Artinya 90 persen siswanya menjalankan ujian
dengan jujur dan ada 10 persen menunjukan pola kerja sama atau kecurangan.
"Itu bahasa sederhananya, karenanya nanti indeks rangenya antara 0 - 100.
Makin tinggi indeksnya, makin jujur pelaksanaan ujian di sekolah
tersebut," kata dia.
Untuk rumusannya, jelas Mantan Rektor Universitas Paramadina Jakarta ini, akan
diungkapkan setelah UN 2015 selesai. Sementara, saat ini pihaknya memiliki data
sekolah Indeks Integritasnya diatas nilai 90 ada 52 Kabupaten atau 10 persen
dari semua daerah Indonesia diantaranya DKI Jakarta dan DI Yogyakarta.
Oleh karena itu, Anies mengimbau kepada masyarakat untuk jujur dalam melihat
kecurangan UN. Karena nantinya ada reward dan punisment dari pemerintah.
"Bahwa laporan tersebut mengenai jujuran dan bukan semata-mata
keberhasilan nilai akademis, tapi nilai kejujuranya," pungkasnya.
Sumber: Radarpena
Subscribe to:
Posts (Atom)
-
BASIS, Nomor 07-08, Tahun ke- 5 5, Juli-Agustus 2006, hlm 62-68 Doni Koeseoema, A Keluarga sebagai locus educationis telah la...
-
Doni Koesoema A. Pendidikan karakter pertama kali dicetuskan oleh pedagog Jerman F.W.Foerster (1869-1966). Pendidikan karakter yang menekank...
-
BAB I PENDIDIKAN KARAKTER SEBUAH TINJAUAN HISTORIS 1.1. Perang melawan lupa 1.2. Pendidikan karakter aristokratis ala Homeros 1.3. Pendidik...