Senin, 22
Juni 2015, 19:25 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sistem
belajar dengan model Satuan Kredit Semester (SKS) dinilai kurang tepat untuk
diterapkan di sekolah-sekolah. Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia
(FSGI) Doni Koesoema berpendapat, konsep ini kurang bisa membantu
menumbuhkembangkan siswa.
"Siswa terkesan dipaksa untuk matang secara akademik sebelum
waktunya," ujar Doni melalui pesan singkat kepada Republika, Senin
(22/6).
Doni juga mengaku masih mempertanyakan program SKS ini. Dia berpendapat, program ini akan mengakibatkan terjadinya pembedaan dan diskriminasi antara siswa regular dan sistem SKS.
Menurut Doni, sebelum ada petunjuk teknis dari pemerintah , keabsahan program ini perlu dipertanyakan lagi. Terutama, dia menambahkan, pada sisi legalitasnya. Dia menilai, sistem belajar demikian akan membuat siswa bingung pada kegiatan praktiknya. Bahkan, lanjut dia, hal ini berpotensi merugikan peserta didik.
Dari sisi praktis, Doni mengungkapkan, sistem SKS di sekolah ini sangat membutuhkan persiapan khusus yang matang. Misal, kata dia, ruangan, tenaga guru dan kurikulum.
Untuk itu, Doni pun kembali menegaskan ketidaksetujuannya mengenai sistem SKS di sekolah. Menurutnya, sistem ini tidak sesuai jika dilihat dari sisi pembentukan karakter dan psikologis. "Sistem ini kurang membantu proses alamiah dunia pendidikan," tutupnya.
Sebelumnya, sekolah setingkat SMA dan SMK di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah menyatakan akan menerapkan sistem pembelajarn dengan model SKS. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) setempat mengungkapkan sistem demikian akan mulai diberlakukan pada tahun ajaran baru 2015/2016. Model ini dilakukan sebagai pengganti program akselerasi yang sebelumnya sudah dihapus oleh pemerintah pusat.
Sumber: Republika
No comments:
Post a Comment