Monday 20 April 2015

Pengamat Nilai Indeks Integritas Tak Relevan untuk Menilai Kejujuran



Senin, 20 April 2015 16:42 


WARTA KOTA, SENAYAN-Pengamat Pendidikan Doni Koesoema menyebutkan indeks integritas yang diutarakan oleh pemerintah tidak relean digunakan untuk menilai kejujuran di sekolah.

Ia mengatakan, UN adalah segelintir kecil dari proses pembelajaran panjang yang ada di sekolah. Doni mengkritisi, sikap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang bersikeras menyisipkan indeks integritas justru memperlihatkan pemerintah tidak paham pendidikan dasar dan menengah.

“Indeks integritas menunjukkan bahwa orang Kemdikbud tidak paham persoalan kejujuran di sekolah. Indeks integritas yang dipahami sekarang secara ilmu psikometrik bahkan masih diperdebatkan,” ungkapnya ketika dihubungi Minggu (19/4/2015) sore.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggunakan indeks integritas untuk melihat tingkat kejujuran siswa dalam menjalankan Ujian Nasional (UN) 2015. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, meyakini indeks integritas bisa dipakai untuk melihat kejujuran para pelajar per daerah yang mengikuti UN. Artinya, jika ada daerah yang diam-diam melakukan kecurangan baik dengan bocoran maupun mencontek, bisa diukur dengan indeks integritas.

Menurut Doni, indeks integritas hanya bisa digunakan untuk menilai integritas per satu kelas. Jika hasilnya dibandingkan antara satu dengan kelas lain hal itu menjadi tidak relevan, apalagi jika diakumulasikan dengan daerah lain, katanya. Ia menegaskan, mengukur kejujuran tidak bisa dilakukan dengan indeks integritas.

Menurut Doni, alangkah baiknya jika pemerintah tidak menjadikan hasil UN sebagai penentu apapun. Baik dalam SNMPTN maupun SBMPTN. Sebab tidak akan adil bagi anak-anak, dengan melihat fakta indeks integritas yang ada.

Doni menambahkan, jika PTN tidak memahami sistem asesmen pendidikan ini akan berdampak panjang pada mutu dan kualitas mahasiswa.

“UN sebaiknya tidak dipakai sebagai syarat melanjutkan ke jenjang berikutnya. Karena ini yang membuat UN tetap bisa dimanipulasi atau berpotensi kecurangan tetap terjadi,” tegasnya.

Ia berharap, pemerintah mengembalikan fungsi UN sebagai pemetaan hasil belajar, bukan digunakan untuk pertimbangan masuk PTN. (Agustin Setyo Wardani)

Sumber: Warta Kota



No comments:

Pendidikan Keagamaan