Doni Koesoema A
Pertanyaan paling menjengkelkan yang sering diajukan orang dewasa kepada anak remaja adalah tentang cita-cita mereka. Mau jadi apa kelak kalau sudah lulus SMA? Jangankan memikirkan masa depan, remaja zaman sekarang sudah terkuras tenaganya untuk menghadapi Ujian Nasional maupun mempersiapkan diri berebut kursi di perguruan tinggi. Krisis cita-cita, kegamangan menggapai masa depan, inilah persoalan serius yang mereka hadapi.
Sebut saja namanya Diana. Sejak SMA, dia sama sekali tidak memiliki keinginan atau gambaran mau menjadi apa kelak. Lulus SMA, dia kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta ternama di Jakarta. Empat tahun belajar, sarjana ekonomi digondolnya. Ketika ditanya mengapa ia memilih jurusan ekonomi, jawabnya singkat, “papa dan mama ingin agar salah satu anaknya bergelar sarjana.” Diana tidak tahu apa yang ia cari.
Tidak memiliki cita-cita, tidak tahu apa yang dicari, seperti kisah Diana, mungkin bukan perangai anak muda zaman sekarang. Jika 30 tahun lalu seorang anak ditanya apa cita-cita mereka, jawaban mereka hampir seragam, “dokter”, ”guru”, atau ”insinyur”.
Sekarang, jika kita tanya mereka, kita akan menemukan beragam jawaban. Banyaknya alternatif karir, tiadanya pendampingan yang cukup dari sekolah, ketidakmampuan anak mengenal diri, serta kurangnya informasi tentang kekhasan karir tertentu, dapat membuat generasi mudah kita gamang menatap masa depan dalam meniti karir.
Banyak pilihan karir
Pada tahun 2005, misalnya, Biro Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat mencatat ada sekitar 12 ribu macam karir yang bisa dipilih (Reeves, 2005). Banyaknya alternatif karir, di satu sisi membawa kabar gembira, sebab tersedia berbagai macam karir yang sesuai dengan bakat dan kemampuan kita. Namun juga ada berita buruknya. Bagaimana mungkin kita dapat memilih karir yang paling tepat untuk diri kita di antara ribuan karir yang ditawarkan oleh dunia?
Merancang masa depan, mempersiapkan anak didik memilih karir serta profesi yang cocok merupakan tantangan bagi setiap lembaga pendidikan. Di banyak sekolah, peranan pendampingan ini umumnya diserahkan pada guru Bimbingan Konseling (BK). Namun, tidak semua lembaga pendidikan memberikan layanan yang memadai agar siswa dapat memilih jalur karir selepas mereka tamat SMA.
10 pertanyaan besar
Reeves (2005) memberikan tips sederhana agar anak-anak dapat memilih karir yang sesuai dalam hidup mereka.
Pertama, mengenal diri. Siapakah dirimu? Memilih jalur karir tidak dapat dilepaskan dari proses pengenalan diri. Di sini berlaku teori “individu dengan karakter tertentu akan lebih baik bekerja pada jenis pekerjaan tertentu”. Apakah Anda termasuk individu yang pemalu, suka petualang, suka menyendiri, tidak sabar, empati? Apakah Anda seorang yang memiliki sikap tradisional, memiliki rasa ingin tahu, suka eksplorasi, dll? Pengenalan diri adalah kunci awal sukses memilih karir.
Kedua, mengenal ketertarikan dan kekuatan diri. Memilih karir bukan sekedar usaha mengumpulkan uang, melainkan melibatkan kepuasan batin tersendiri. Melakukan sesuatu karena hal itu menyenangkan serta Anda mampu melaksanakannya dengan baik seringkali menjadi motivasi seseorang untuk memilih karir tertentu dibandingkan dengan perolehan penghasilan yang ia terima. Ada orang yang lebih suka menghabiskan liburannya dengan berbaring di pinggir pantai, ada pula yang suka menghabiskan waktunya dengan mengunjungi museum. Jika di dunia ini setiap orang memiliki preferensi yang sama, tentu saja dunia akan membosankan. Memilih pekerjaan yang paling Anda sukai serta mengerti bahwa Anda mampu bertahan dalam dinamika kerja seperti itu adalah hal yang sangat penting.
Ketiga, memahami makna nilai kerja. Orang bisa saja memilih pekerjaan yang sama, namun jika kita lihat lebih dekat, karir yang sama memiliki banyak perbedaan tergantung dari nilai-nilai yang diyakini. Karir sebagai guru,misalnya, memiliki banyak variasi dalam praksis tergantung pilihan nilai setiap orang. Ada orang yang memilih menjadi guru taman kanak-kanak, mengajar anak SMA, mendidik anak-anak berkebutuhan khusus, mengajar matematika, biologi. Ada yang memilih di kota, di pedalaman, dll. Semua ini menunjukkan apa yang bernilai bagi pribadi guru tersebut. Penghayatan akan makna pekerjaan akan menentukan pilihan karir seseorang.
Keempat, menentukan apakah kepribadian kerja Anda. Dr. John Holland, dalam penelitiannya menemukan bahwa ada enam kategori kepribadian kerja yang bisa menjadi alat bagi seseorang untuk menentukan pekerjaan apakah yang kiranya cocok dengan diri mereka. Keenam kategori itu adalah realistik (orang yang lebih dikenal sebagai pelaksana/pekerja), investigatif (pekerjaan pemikir), artistik (kelompok para pencipta, seniman,), sosial (kelompok para penolong), bisnis (suka ambil resiko, kerja sama) dan konvensional (organisator melalui rutin dan prosedur).
Kelima, setelah mengeksplorasi berbagai macam karir, Anda menentukan karir yang menurut Anda kiranya tepat, cocok, serta sesuai dengan cita-cita Anda.
Keenam, apakah Anda sudah berada di jalur yang benar? Mempertimbangkan dengan akal dan hati berbagai macam kemungkinan kesulitan, tantangan yang Anda hadapi jika memilih karir tertentu tersebut.
Ketujuh, Anda perlu mencari informasi orang-orang yang jenis karirnya telah Anda pilih. Untuk itu, Anda bisa menggali informasi dari mereka, banyak berjumpa dan bertemu, serta mengadakan interaksi dengan mereka terlebih yang telah mengalami sukses dalam karirnya.
Kedelapan, cek pekerjaan sesungguhnya. Agar tidak salah langkah, Anda perlu memeriksa bagaimana profil karir itu dalam kenyataannya. Pertama-tama dengan mengidentifikasi tempat kerja atau lingkungan di mana karir itu umumnya berada. Lalu mencari profil pekerjaan, seperti jam kerja, penghasilan, jenis pekerjaan, syarat-syarat teknis dan ketrampilan, dll.
Kesembilan, bagaimana Anda tahu Anda telah memilih karir yang benar? Untuk mengetahui apakah Anda telah memilih karir yang tepat, Anda dapat membuat perbandingan tentang karir yang Anda inginkan dengan apa yang ditawarkan oleh karir tertentu dalam diri Anda.
Jika sampai sembilan langkah Anda belum menemukan karir yang tepat, Anda tidak perlu berkecil hati. Proses seperti ini merupakan pembelajaran yang baik dan membuat kita mampu memulainya dari awal lagi dalam mempersiapkan masa depan. Inilah pertanyaan ke sepuluh. Berani mulai menentukan alternatif karir lain.
Memilih karir merupakan persoalan pokok yang dihadapi generasi muda kita. Lembaga pendidikan mestinya membantu mereka agar semakin jernih memahami diri mereka, nilai-nilai yang mereka percaya tentang kerja, kemampuan dan ketertarikan mereka, dan membantu mereka agar dapat mempertimbangkan semua itu dengan akal dan hati yang jernih. Baru setelah itu mereka bisa menentukan mau melanjutkan ke perguruan tinggi mana, atau tidak, jurusan apa, ke mana, di mana.
Jadi, Diana, apa yang kaucari?
2 comments:
Mr Koesoema,
Very interesting work, insightful. This gives new perspective, also for young professionals in starting up careers.
Regards,
D. Santosa
Mr.Santosa,
Thank for your appreciation. As educator, we need to prepare and help the young to find what is the best for their career. I think, self-knowing, value priority, and personal mastery are the first thing the young needs to think and ponder before choosing their career.
Regards,
Dka
Post a Comment