JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Anies Baswedan menilai perbaikan atau revisi Kurikulum 2013 (K-13)
berjalan lambat. Akhirnya Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Kapuskurbuk)
Kemendikbud Ramon Mohandas dicopot. Ia diganti Tjipto Sumadi, mantan Kepala
Unit Implementasi Kurikulum (UIK).
Pelantikan Tjipto sebagai Kapuskurbuk bersama dengan 18 pejabat eselon II lainnya dan dua
orang pejabat eselon I. Pelantikan tampak beda karena digelar di aula terbuka.
Medikbud dan peserta pelantikan mengenakan seragam batik biru Kopri. Sedangkan
pejabat yang dilantik mengenakan setelah baju putih dan celana hitam.
Usai
pelantikan Anies mengakui bahwa perbaikan atau revisi K-13 selama ini berjalan
lambat.
“Karena
orangnya enggan berubah,”kata dia.
Menurut Anies,
lambatnya revisi K-13 dipicu juga karena rasa memiliki kurikulum anyar itu yang
kuat sekali. Padahal kurikulum itu milik masyarakat, bukan milik pribadi atau
perorangan.
Di antara
indikator keterlambatan perbaikan K-13 yang paling kentara menurut Anies adalah
di desain dan dokumen. Untuk urusan desain, Anies menyebutkan saat ini tidak
ada kecocokan antara materi kurikulum dengan evaluasi atau penilaian. Sehingga
di level sekolah, impelementasi K-13 banyak dikeluhkan.
Ketidakcocokan
antara keduanya menurut Anies terjadi karena urusan materi kurikulum dengan
penilaian digarap semuanya oleh Puskurbuk.
Padahal
kita punya ahli penilaian di Puspendik (Pusat Penilaian Pendidikan, red).
Tetapi Puspendik tidak dilibatkan,” katanya.
Untuk itu
Anies lantas memisahkan urusan materi kurikulum di Puskurbuk dan komponen
penilaian di Puspendik. Namun keduanya harus tetap saling berkoordinasi. Dengan
cara ini Anies berharap evaluasi perbaikan K-13 bisa cepat selesai.
Sementara
itu Tjipto belum bisa berkomentar banyak terkait posisi barunya itu. Namun dia
mengatakan urusan K-13 dia sudah mengenal mendalam karena menjadi kepala UIK di
era Mendikbud Mohammad Nuh dulu.
“Sejak awal
urusan kurikulum ini membutuhkan tenaga ekstra. Saya mohon dukungan dari
kawan-kawan,” katanya.
Pengamat
pendidikan Doni Koesoema mengakui bahwa perbaikan atau revisi K-13 di masa
Mendikbud Anies Baswedan belum menunjukkan kemajuan.
“Hal-hal
fundamental yang harus dibenahi belum terjadi. Puskurbuk selama ini memang
lambat,” katanya.
Penulis buku
Strategi Pendidikan Karakter itu menjelaskan, hal fundamental di K-13 yang
belum terlihat pembenahannya seperti konsep tentang kompetensi inti (KI) dan
kompetensi dasar (KD). Selain itu pembuatan buku untuk jenjang SD juga lambat.
Doni juga
mengatakan pembuatan kerangka dasar K-13 sebagai acuan menyusun silabus juga
lambat. Sehingga di lapangan para guru yang menerapkan K-13 mencari-cari
sendiri konsep baru untuk dituangkan dalam silabus mereka. Dengan perombakan
kepala Puskurbuk ini, Doni berharap revisi K-13 bisa berlari kencang sehingga
siap diterapkan lebih luas lagi di tahun pelajaran 2016-2017 nanti. (sumber: Lombok Post)
Friday 6 November 2015
Apa Kata Orang dari Dunia Pendidikan Soal Satu Tahun Jokowi-JK?
Federasi Serikat Guru Indonesia
FSGI) dan Serikat Guru Jakarta (SEGI Jakarta) menilai ada beberapa perbaikan
dalam kebijakan pendidikan, selama satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf
Kalla (Jokowi-JK).
Menurut FSGI, itu bisa dilihat dari UN yang tidak lagi dipakai sebagai syarat kelulusan, dan mengembalikan penilaian kelulusan pada guru dan sekolah. Mendikbud Anies Baswedan juga telah mengeluarkan Permendikbud 23/2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti yang mengarahkan siswa pada semangat cinta bangsa.
“Memang sudah ada perubahan, sayangnya masih ada praksis-praksis pendidikan yang kurang pas karena kebijakan pendidikan ini belum terkoneksi satu sama lain,” kata Doni Koesoema A, dari Dewan Pertimbangan FSGI dalam siaran persnya, Senin (26/10).
Sementara praktisi dan konsultan pendidikan, Itje Chodidjah menilai proses revisi kebijakan Kurikulum 2013 tidak berjalan dengan lancar. Meskipun sudah melibatkan publik, revisi kurikulum 2013 belum ada kemajuan yang berarti.Bila hal-hal fundamental, seperti Konsep KI dan KD tidak direvisi, persoalan Kurikulum 2013 akan terjadi berlarut-larut. Ini semua akan membingungkan guru. Secara teknis, mereka yang masih melaksanakan Kurikulum 2006 kesulitan menemukan buku-buku pelajaran di lapangan” sambung Itje.
Sekjen FSGI, Retno Listyarti juga memberikan penilaian. Menurutnya kebijakan terkait dihapusnya UN sebagai penentu kelulusan harus diapresiasi sebagai bentuk perwujudan janji Jokowi ketika kampanye.
“Namun, harus tetap dikritisi karena tetap dijadikan penentu masuk ke jenjang yang lebih tinggi. Kebocoran UN SMA 2015 digoogle drive tidak jelas penyelesaiannya dan tidak memberi efek jera pada pembocor, dan belum ada pengusutan secara tuntas,“ kata Retno.
Kebijakan penumbuhan budi pekerti yang seharusnya memperkuat nilai-nilai kebangsaan sebagaimana pesan nawacita ke-9 menjadi bersifat seremoni dan ritual, karena kurang adanya sosialisasi dan panduan yang jelas, sehingga sekolah banyak memiliki penafsiran berbeda satu sama lain.
“Kegiatan membaca buku 15 menit untuk memperkaya wawasan malah banyak dipraktekan dengan membaca al quran sebelum pembelajaran dimulai. Prinsipnya baca atau iqro. Sedangkan menyanyikan lagu wajib nasional atau lagu daerah setiap hari sebelum dan sesudah pembelajaran berakhir juga pada praktiknya sulit dilaksanakan. Hasil evaluasi siswa menyatakan bahwa mereka malah menjadi jenuh. Perlu ada kebijakan lebih lanjut agar penumbuhan budi pekerti efektif,” sambung Retno.
Sumber: JPPN
Menurut FSGI, itu bisa dilihat dari UN yang tidak lagi dipakai sebagai syarat kelulusan, dan mengembalikan penilaian kelulusan pada guru dan sekolah. Mendikbud Anies Baswedan juga telah mengeluarkan Permendikbud 23/2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti yang mengarahkan siswa pada semangat cinta bangsa.
“Memang sudah ada perubahan, sayangnya masih ada praksis-praksis pendidikan yang kurang pas karena kebijakan pendidikan ini belum terkoneksi satu sama lain,” kata Doni Koesoema A, dari Dewan Pertimbangan FSGI dalam siaran persnya, Senin (26/10).
Sementara praktisi dan konsultan pendidikan, Itje Chodidjah menilai proses revisi kebijakan Kurikulum 2013 tidak berjalan dengan lancar. Meskipun sudah melibatkan publik, revisi kurikulum 2013 belum ada kemajuan yang berarti.Bila hal-hal fundamental, seperti Konsep KI dan KD tidak direvisi, persoalan Kurikulum 2013 akan terjadi berlarut-larut. Ini semua akan membingungkan guru. Secara teknis, mereka yang masih melaksanakan Kurikulum 2006 kesulitan menemukan buku-buku pelajaran di lapangan” sambung Itje.
Sekjen FSGI, Retno Listyarti juga memberikan penilaian. Menurutnya kebijakan terkait dihapusnya UN sebagai penentu kelulusan harus diapresiasi sebagai bentuk perwujudan janji Jokowi ketika kampanye.
“Namun, harus tetap dikritisi karena tetap dijadikan penentu masuk ke jenjang yang lebih tinggi. Kebocoran UN SMA 2015 digoogle drive tidak jelas penyelesaiannya dan tidak memberi efek jera pada pembocor, dan belum ada pengusutan secara tuntas,“ kata Retno.
Kebijakan penumbuhan budi pekerti yang seharusnya memperkuat nilai-nilai kebangsaan sebagaimana pesan nawacita ke-9 menjadi bersifat seremoni dan ritual, karena kurang adanya sosialisasi dan panduan yang jelas, sehingga sekolah banyak memiliki penafsiran berbeda satu sama lain.
“Kegiatan membaca buku 15 menit untuk memperkaya wawasan malah banyak dipraktekan dengan membaca al quran sebelum pembelajaran dimulai. Prinsipnya baca atau iqro. Sedangkan menyanyikan lagu wajib nasional atau lagu daerah setiap hari sebelum dan sesudah pembelajaran berakhir juga pada praktiknya sulit dilaksanakan. Hasil evaluasi siswa menyatakan bahwa mereka malah menjadi jenuh. Perlu ada kebijakan lebih lanjut agar penumbuhan budi pekerti efektif,” sambung Retno.
Sumber: JPPN
Friday 28 August 2015
Tetralogi Pendidikan Karakter
Pengembang pendidikan karakter dalam konteks keindonesiaan, Doni Koesoema A, telah menyelesaikan keempat buku tentang pendidikan karakter yang menjadi kristalisasi pemikiran dan gagasannya tentang pendidikan karakter. Keempat buku ini dapat menjadi pijakan yang utuh bagi siapa saja yang ingin mendalami tentang pendidikan karakter secara utuh dan menyeluruh. Alumnus Boston College Lynch School of Education, Boston, US, ini mengembangkan pendidikan karakter utuh dan menyeluruh dengan visi transformasi sosial berupa perubahan tatanan masyarakat yang lebih adil, lebih baik, lebih manusiawi dan berkelanjutan.
Buku pertama, yaitu Pendidikan Karakter - Strategi Mendidik Anak di Zaman Global (Grasindo, 2007) menjelaskan prinsip-prinsip dasar, landasan historis, filosofis, antropologis dan pedagogis pendidikan karakter. Dicetak oleh Grasindo pada 2007, buku ini sudah naik cetk 3 kali. Saat ini sedang dalam proses cetak ulang. Buku ini menjadi bahan bacaan wajib bagi para mahasiswa. Bahkan buku ini juga menjadi kajian utama untuk penulisan skripsi dan tesis master.
Buku kedua, Pendidik Karakter di Zaman Keblinger, Mengembangkan Visi Guru sebagai Pendidik Karakter dan Pelaku Perubahan (Grasindo, 2008), saat ini sudah naik cetak 2 kali. Saat ini sedang dalam proses revisi dengan mengambil tema baru, Revolusi Mental Guru. Buku ini merupakan pegangan dan bacaan wajib bagi para guru dalam rangka mengembangkan profesionalisme dan panggilan mereka sebagai pendidik karakter.
Buku ketiga, Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh (Kanisius, 2013) merupakan pemaparan tentang konsep-konsep dasar pendidikan karakter yang dikembangkan oleh Doni Koesoema A dalam rangka keseluruhan program pendidikan di sekolah, maupun di universitas. Pendidikan karakter utuh dan menyeluruh memaparkan berbagai macam dimensi, juga persoalan dan tantangan yang akan dihadapi pendidik dalam rangka mengembangkan pendidikan karakter secara utuh dan menyeluruh.
Buku keempat, Strategi Pendidikan Karakter, Revolusi Mental dalam Lembaga Pendidikan (Kanisius, 2015) adalah sebuah buku yang mencoba memaparkan hal-hal strategis yang perlu dilalui dan dilakukan oleh lembaga pendidikan agar mereka dapat merevolusi mental dirinya sendiri sesuai dengan semangat pembentukan karakter diri dan bangsa. Buku ini perlu dipelajari dan dibaca oleh para guru, calon guru, pengelola sekolah dan pengambil kebijakan agar dapat mendesain kebijakan pendidikan karakter yang sifatnya partisipatif dan konstruktif.
Bila Anda membutuhkan buku-buku ini, silakan kontak:
Ms. Evy
Hp. 087788332501
Atau email ke:
pendidikankarakter@gmail.com
Lihat website kami di:
www.pendidikankarakter.org
Jokowi Langgar Janji Nawacita
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pendidikan Doni
Koesoema menilai Presiden Joko Widodo melanggar janji Nawacita jika
menghapuskan aturan tenaga kerja asing wajib menguasai Bahasa Indonesia.
Doni Koesoema mengatakan Presiden Joko Widodo
melanggar janjinya untuk mengedepankan kepribadian dan kebudayaan Indonesia.
"Melaksanakan Nawacita berarti menunjukkan bangsa
yang berkarakter tetapi dnegan menghapus bahasa Indonesia sama saja dengan
menghapus karakter bangsa," ujarnya pada Republika.
Penghapusan ini sama saja dengan membiarkan Indonesia
rusak. Alasan untuk mendorong arus investasi dari luar negeri ke Indonesia pun
tak ada korelasinya.
Menurutnya meningkatnya investasi itu masalah keamanan
dan kenyamanan bukan bisa atau tidaknya bahasa Indonesia. Sehingga alasan
tersebut tidak logis.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo meminta Menteri Tenaga
Kerja menghapus syarat bisa berbahasa Indonesia bagi TKA. Sekretaris Kabinet
Pramono Anung beralasan hal ini dimaksudkan untuk mendorong arus investasi dari
luar negri ke Indonesia.
Sumber: Republika
Hapus Syarat Kuasai Bahasa Indonesia Presiden Langgar Nawacita
Indowarta - Penghapusan
aturan wajibnya penguasaan bahasa indonesia bagi tenaga kerja asing dinilai
Doni Koesoema, pengamat pendidikan, sebagai bentuk pelanggaran Presiden Joko
Widodo terhadap nawacita yang sudah dicanangkan.
Doni menilai bahwa penghapusan tersebut melanggar janji Presiden dalam nawacita untuk mengedepankan kepribadian dan kebudayaan
bangsa Indonesia.
"Melaksanakan Nawacita berarti menunjukkan bangsa yang berkarakter,
tetapi dengan menghapus bahasa Indonesia sama saja dengan menghapus karakter
bangsa," kata Doni seperti dikutip Republika pada Kamis (27/08).
Doni menilai bahwa penghapusan kewajiban penguasaan bahasa Indonesia sama
saja dengan membiarkan Indonesia menjadi rusak. Doni juga menilai bahwa alasan
investasi tidak ada hubungannya dengan kewajiban menguasai bahasa Indonesia
bagi pekerja asing.
Doni mengatakan bahwa meningkatnya investasi hubungannya dengan keamanan dan
kenyamanan di Indonesia, bukan bisa atau tidaknya dalam bahasa Indonesia.
Sehingga menurut Doni alasan tersebut merupakan alasan yang tidak logis.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta Menteri Tenaga Kerja menghapus syarat
bisa berbahasa Indonesia bagi TKA. Pramono Anung, Sekretaris Kabinet, beralasan
bahwa hal tersebut dimaksudkan untuk mendorong arus investasi dari luar negeri
ke Indonesia. (mks)
Sumber: Indowarta
Tak Hanya TKA Mahasiswa Asing Juga Berbahasa Indonesia
Kamis, 27
Agustus 2015, 21:00 WIB
Pengamat Pendidikan Doni Koesoema mengatakan banyak universitas di Indonesia yang menerima mahasiswa asing. "Mahasiswa asing harus memiliki syarat Bahasa Indoensia untuk bisa kuliah di sini, seperti warga kita yang berkuliah di negara lain," ujar dia pada Republika, Kamis (27/8).
Doni juga mendorong agar Kemendikbud segera menyelesaikan program uji kemampuan Bahasa Indonesia untuk diterapkan bagi TKA dan Mahasiswa Asing. Hingga saat ini program tersebut belum diresmikan tetapi justru pemerintah sudah menghapus aturan berbahasa Indonesia bagi TKA.
Sebelumnya Direktur Pengawasan Norma Ketenagakerjaan Kemenaker Bernawan mengatakan pencabutan tersebut adalah kebijakan Menaker Hanif Dhakiri. Menurutnya selama ini pihak berwenang sulit memverifikasi syarat penguasaan bahasa Indonesia para TKA.
Mereka mengaku tak ada ukuran sejauh mana para TKA bisa berbahasa Indonesia. Dia juga berasalan penghapusan tersebut berdasarkan evaluasi menteri tenaga kerja.
Sumber: Republika
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak hanya Tenaga Kerja Asing
(TKA) yang seharusnya bisa berbahasa Indonesia, melainkan mahasiswa asing juga
harus diperlakukan sama.
Pengamat Pendidikan Doni Koesoema mengatakan banyak universitas di Indonesia yang menerima mahasiswa asing. "Mahasiswa asing harus memiliki syarat Bahasa Indoensia untuk bisa kuliah di sini, seperti warga kita yang berkuliah di negara lain," ujar dia pada Republika, Kamis (27/8).
Doni juga mendorong agar Kemendikbud segera menyelesaikan program uji kemampuan Bahasa Indonesia untuk diterapkan bagi TKA dan Mahasiswa Asing. Hingga saat ini program tersebut belum diresmikan tetapi justru pemerintah sudah menghapus aturan berbahasa Indonesia bagi TKA.
Sebelumnya Direktur Pengawasan Norma Ketenagakerjaan Kemenaker Bernawan mengatakan pencabutan tersebut adalah kebijakan Menaker Hanif Dhakiri. Menurutnya selama ini pihak berwenang sulit memverifikasi syarat penguasaan bahasa Indonesia para TKA.
Mereka mengaku tak ada ukuran sejauh mana para TKA bisa berbahasa Indonesia. Dia juga berasalan penghapusan tersebut berdasarkan evaluasi menteri tenaga kerja.
Sumber: Republika
Kemdikbud Sudah Miliki Standard Uji Bahasa Indonesia
Kamis, 27
Agustus 2015, 20:38 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementrian Tenaga Kerja beralasan pembatalan
syarat Bahasa Indonesia karena tak ada standar yang dapat mengukurnya. Namun
alasan tersebut dinilai kurang pas oleh pengamat pendidikan Doni Koesoema A.
Ia mengatakan aturan penghapusan syarat Bahasa Indonesia bertentangan dengan
program yang dibuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
"Kemdikbud sedang membuat program standar uji kemampuan bahasa Indonesia
untuk warga asing," kata dia kepada Republika, Kamis (27/8).
Namun Kemendikbud memang belum mengumumkan secara resmi proyek tersebut. Jika
Kemenaker menghapus aturan ini maka program tersebut hanya dapat digunakan
ketika TKA bekerja di bidang pendidikan saja.
Selain itu menggunakan bahasa Indonesia bukan masalah praktis saja. Tetapi juga
untuk menjaga budaya bangsa sebagai warga Indonesia.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo meminta Menteri Tenaga Kerja menghapus syarat
bisa berbahasa Indonesia bagi TKA dalam Permenaker Nomor 16 Tahun 2015 Pasal
36. Syarat tersebut telah dihapus sejak Juni lalu.
Sumber: Republika
Subscribe to:
Posts (Atom)
-
Kompas, Selasa, 15 April 2005 Doni Koesoema A “Gereja, lembaga karismatis per eccellenza, mengadopsi metode yang lebih demokratis untuk memi...
-
BASIS, Nomor 07-08, Tahun ke- 5 5, Juli-Agustus 2006, hlm 62-68 Doni Koeseoema, A Keluarga sebagai locus educationis telah la...
-
Doni Koesoema A. Pendidikan karakter pertama kali dicetuskan oleh pedagog Jerman F.W.Foerster (1869-1966). Pendidikan karakter yang menekank...